Media sosial dengan jumlah pengguna terbesar di dunia, Facebook, baru saja diterpa badai skandal yang luar biasa. Tak main-main, sekitar 87 juta data pengguna Facebook di seluruh dunia bocor karena dicuri Cambridge Analytica untuk kepentingan politik. Dari puluhan juta data yang bocor, mayoritas pengguna berasal dari Amerika Serikat yang mencapai 70,6 juta akun. Sementara menurut data yang dilansir CTO Facebook, Mark Schoepfer, ada 10 besar negara dengan data paling banyak dicuri dan Indonesia ada di posisi ketiga di bawah Amerika serta Filipina.
Atas kebocoran data satu juta akun itu, Komisi I DPR RI pun mengungkapkan reaksi mereka. Meutya Hafid selaku Wakil Ketua fraksi Golkar di Komisi I menilai jika Facebook sudah melanggar UU yang berlaku. Dilansir CNN Indonesia, Meutya menjelaskan kalau Facebook melanggar UU ITE pasal 32. “Sebagai negara yang berdaulat, hukum di Indonesia harus dipenuhi dan siapapun yang melanggar dikenakan sanksi sesuai aturan hukum yang berlaku. Pemerintah bisa menuntut, menjatuhkan saksi hingga menutup akses Facebook di Indonesia.”
Senada dengan Meutya, Hanafi Rais dari fraksi PAN juga mendesak agar Komisi I segera memanggil perwakilan Facebook Indonesia mengenai kebocoran data. Berbeda dengan anggota dewan, Menkominfo Rudiantara justru menghimbau agar warganet melakukan ‘puasa’ medsos. Menurut Rudiantara, Kominfo sudah bertemu dengan Facebook Indonesia dan mengingatkan mengenai kewajiban hukum mereka. Tak hanya itu, Kominfo juga mendesak agar Facebook menutup aplikasi pihak ketiga.
Hanya saja peringatan tertulis yang dikeluarkan Kominfo itu dianggap sebagai langkah lemah oleh Pratama Persadha, pakar keamanan siber dari CISSRec. Menurut Pratama, seharusnya pemerintah bisa tegas dan minimal meminta daftar data pengguna yang bocor supaya pemiliknya bisa mengganti password atau menutup akun.
Data Akun FB Bocor Untuk Pilkada DKI Jakarta
Sementara itu Kominfo sempat menduga bahwa data pengguna Facebook Indonesia yang bocor mencapai satu juta lebih. Tak menutup kemungkinan kalau data yang bocor itu digunakan untuk kepentingan Pilkada DKI Jakarta 2017. Dugaan ini diungkapkan oleh Henri Subiakto selaku Staf Ahli Menkominfo. “Lhoh itu semua kan bisa jadi, bisa jadi juga. Kita enggak tahu semua makanya kita harus hati-hati betul mengungkap apa yang terjadi.”
Meskipun demikian, Henri masih terdengar ragu mengenai kemungkinan data yang bocor itu untuk Pilpres 2019 karena lebih masuk akal digunakan dalam Pilkada tingkat provinsi. Sementara itu dari seluruh data yang diakui Facebook, 81% di antaranya adalah milik pengguna Amerika Serikat yang disinyalir untuk mempengaruhi hasil Pilpres 2016 sehingga Donald Trump terpilih.
“Kalau datanya 1,3 juta kelasnya bukan Pilpres, tapi mungkin Pilkada. Jadi Cambridge Analytica punya prinsip mengubah politik dari mempelajari cara pandang dan budaya. Sistemnya adalah seluruh jejak digital pengguna itu ditangkap oleh Facebook dan menjadi data-data profiling yang kemudian dipakai Cambridge Analytica untuk melakukan strategi komunikasi dan mempengaruhi Pilpres Amerika,” ungkap Henri panjang lebar.
Mark Zuckerberg Didesak Tanggung Jawab
Atas skandal kebocoran puluhan juta data pengguna GADISPOKER ini, Mark Zuckerberg selaku pemimpin Facebook pun didesak untuk bertanggung jawab. Sebuah petisi online di Avaaz sampai mengungkapkan empat tuntutan untuk dipenuhi Facebook. Keempat tuntutan itu adalah meminta Facebook memiliki auditor independen atas penyalahgunaan data pengguna, penghapusan akun palsu dan bot, bersikap terbuka atas hoax dan membendung penyebaran hoax dengan melibatkan pihak independen.